Budaya Banyumasan juga diperkaya dengan masuknya gaya budaya Mataram (Yogya-Solo) dan Sunda (Pasundan/Priangan) dan kini mulai disisipi pernik-pernik kontemporer. Dari budaya Banyumasan ini lahir bentuk-bentuk kesenian tradisional yang juga berkarakter Banyumasan seperti ebeg, lengger-calung, angguk, wayang kulit gagrak Banyumasan, gendhing Banyumasan, begalan dan lain-lain. Sedangkan di wilayah yang berbatasan langsung dengan daerah Jawa Barat lebih memiliki gaya budaya Pasundan seperti kesenian sisingaan, gendang rampak, rengkong, calung dan lain-lain.
Ebeg
Ebeg adalah jenis tarian rakyat yang berkembang di wilayah Banyumasan. Varian lain dari jenis kesenian ini di daerah lain dikenal dengan nama kuda lumping atau jaran kepang, ada juga yang menamakannya jathilan (Yogyakarta) juga reog
(Jawa Timur) namun di wilayah Kecamatan Tambak (Wilayah Kabupaten
Banyumas bagian selatan) lebih dikenal dengan nama "ebeg". Tarian ini
menggunakan “ebeg” yaitu anyaman bambu yang dibentuk menyerupai kuda
berwarna hitam atau putih dan diberi kerincingan. Penarinya mengenakan
celana panjang dilapisi kain batik
sebatas lutut dan berkacamata hitam, mengenakan mahkota dan sumping
ditelinganya. Pada kedua pergelangan tangan dan kaki dipasangi
gelang-gelang kerincingan sehingga gerakan tangan dan kaki penari ebeg
selalu dibarengi dengan bunyi kerincingan. Jumlah penari ebeg 8 oarang
atau lebih, dua orang berperan sebagai penthul-tembem, seorang berperan
sebagai pemimpin atau dalang, 7 orang lagi sebagai penabuh gamelan, jadi
satu grup ebeg bisa beranggotakan 16 orang atau lebih. Semua penari
menggunakan alat bantu ebeg sedangkan penthul-tembem memakai topeng.
Tarian ebeg termasuk jenis tari massal, pertunjukannya memerlukan tempat
pagelaran yang cukup luas seperti lapangan atau pelataran/halaman rumah
yang cukup luas. Waktu pertunjukan umumnya siang hari dengan durasi
antara 1 – 4 jam. Peralatan untuk Gendhing pengiring yang dipergunakan
antara lain kendang, saron, kenong, gong dan terompet. Selain peralatan
Gendhing dan tari, ada juga ubarampe (sesaji) yang mesti disediakan
berupa : bunga-bungaan, pisang raja dan pisang mas, kelapa muda
(dewegan),jajanan pasar,dll. Untuk mengiringi tarian ini selalu
digunakan lagu-lagu irama Banyumasan seperti ricik-ricik, gudril, blendrong, lung gadung,eling-eling,(
cirebonan), dan lain-lain. Yang unik, disaat pagelaran, saat trans
(kerasukan/mendem) para pemainnya biasa memakan pecahan kaca (beling)
atau barang tajam lainnya, mengupas kelapa dengan gigi, makan padi dari
tangkainya, dhedek (katul), bara api, dll. sehingga menunjukkan
kekuatannya Satria,
demikian pula pemain yang manaiki kuda kepang menggambarkan kegagahan
prajurit berkuda dengan segala atraksinya. Biasanya dalam pertunjukan
ebeg dilengkapi dengan atraksi barongan, penthul dan cepet. Dalam
pertunjukannya, ebeg diiringi oleh gamelan yang lazim disebut bendhe.
Laisan
Laisan adalah jenis kesenian yang melekat pada kesenian ebeg. Laisan
dilakukan oleh seorang pemain pria yang sedang mendem, badannya ditindih
dengan lesung terus dimasukkan ke dalam kurungan, biasanya kurungan
ayam, di dalam kurungan itulah Laisan berdandan seperti wanita. Setelah
terlebih dulu dimantra-mantara, kurunganpun dibuka, dan munculah pria
tersebut dengan mengenakan pakaian wanita lengkap. Laisan muncul di
tengah pertunjukan ebeg. Pada pertunjukan ebeg komersial, salah seorang
pemain biasanya melakukan thole-thole yaitu menari berkeliling arena
sambil membawa tampah untuk mendapatkan sumbangan. Laisan juga dikenal
di wilayah lain (wetan) dan mereka biasa menyebutnya Sintren.
Lengger-Calung
Kesenian tradisional lengger-calung tumbuh dan berkembang di wilayah ini. Sesuai namanya, tarian lengger-calung terdiri dari lengger (penari) dan calung (gamelan bambu), gerakan tariannya sangat dinamis dan lincah mengikuti irama calung. Di antara gerakan khas tarian lengger antara lain gerakan geyol, gedheg dan lempar sampur.Dulu penari lengger adalah pria yang berdandan seperti wanita, kini penarinya umumnya wanita cantik sedangkan penari prianya hanyalah sebagai badut pelengkap yang berfungsi untuk memeriahkan suasana, badut biasanya hadir pada pertengahan pertunjukan. Jumlah penari lengger antara 2 sampai 4 orang, mereka harus berdandan sedemikian rupa sehingga kelihatan sangat menarik, rambut kepala disanggul, leher sampai dada bagian atas biasanya terbuka, sampur atau selendang biasanya dikalungkan dibahu, mengenakan kain/jarit dan stagen. Lengger menari mengikuti irama khas Banyumasan yang lincah dan dinamis dengan didominasi oleh gerakan pinggul sehingga terlihat sangat menggemaskan. Peralatan gamelan calung terdiri dari gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong dan gong yang semuanya terbuat dari bambu wulung (hitam), sedangkan kendang atau gendang sama seperti gendang biasa. Dalam penyajiannya calung diiringi vokalis yang lebih dikenal sebagai sinden. Satu grup calung minimal memerlukan 7 orang anggota terdiri dari penabuh gamelan dan penari/lengger.
Angguk
Tarian jenis ini sudah ada sejak abad ke 17 dibawa para mubalig
penyebar agama Islam yang datang dari wilayah Mataram-Bagelen. Tarian
ini disebut angguk karena penarinya sering memainkan gerakan
mengangguk-anggukan kepala. Kesenian angguk yang bercorak Islam ini
mulanya berfungsi sebagai salah satu alat untuk menyiarkan agama Islam.
Sayangnya jenis kesenian ini sekarang semakin jarang dipentaskan. Angguk
dimainkan sedikitnya oleh 10 orang penari anak laki-laki berusia
sekitar 12 tahun. Pakaian para penari umumnya berwarna hitam lengan
panjang dengan garis-garis merah dan kuning di bagian dada/punggung
sebagai hiasan. Celana panjang sampai lutut dengan hiasan garis merah
pula, mengenakan kaos kaki panjang sebatas lutut tanpa sepatu, serta
memakai topi pet berwarna hitam. Perangkat musiknya terdiri dari
kendang, bedug, tambur, kencreng, 2 rebana, terbang (rebana besar) dan
angklung. Syair lagu-lagu Tari Angguk
diambil dari kitab Barzanji sehingga syair-syair angguk pada awalnya
memang menggunakan bahasa Arab tetapi akhir-akhir ini gerak tari dan
syairnya mulai dimodifikasi dengan menyisipkan gerak tari serta bahasa
khas Banyumasan tanpa merobah corak aslinya. Bentuk lain dari kesenian
angguk adalah “aplang”, bedanya bila angguk dimainkan oleh remaja pria
maka “aplang” atau “daeng” dimainkan oleh remaja putri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar